Getuk Gondok

SIAPA yang menyangka kota sekecil Magelang memiliki koleksi makanan yang cukup beragam. Boleh menyebut beberepa diantaranya Tahu Kupat, Senerek, Wajik dan Getuk. Dengan getuknya misalnya, kota yang hanya memiliki luas wilayah 12,18 km2 naik tersebut menjadi naik daun. Wajar jika kemudian wilayah yang berjarak 65 km dari Semarang dan 42 km dari Jogja, dijuluki sebagai kotanya getuk.

Jika sempat berkunjung ke Kota Magelang atau sekadar mampir sewaktu pulang mudik lebaran, jangan lupa membawa oleh-oleh jajanan khas Magelang ini. Beragam getuk diproduksi di kota ini, dan yang terkenal adalah Getuk Trio. Perlu diketahui getuk berbahan dasar singkong ini memang hanya ditemukan di Kota Magelang dan sekitarnya saja. Trio memang bukan saja merek dagangnya, melainkan juga karena getuknya terdiri dari tiga warna, yaitu putih, cokelat dan merah jambu. Jika belum pernah mencoba, rasanya sangat enak, manis, dan gurih.

Sebagai kota getuk, tentu tak cuma Getuk Trio buatan Herry Wiyanto yang ada di kota yang hanya memiliki dua kecamatan dan 14 kelurahan. Ada lagi getuk lain yang dikenal sebagai Getuk Gondok. Berbeda dengan Getuk Trio yang banyak dijual di toko dan pusat oleh-oleh, untuk mendapatkan penjual Getuk Gondok ini biasanya kita harus mendatangi ke pasar tradisional.

Getuk Gondok pertama dan paling enak adalah yang berada di kawasan Pasar Rejowinangun tepatnya di Jalan Mataram yaitu Toko Panorama tekstile dan Toko Mas Lompetan. Maka kemudian, ada pula yang menyebut getuk tersebut dengan nama Getuk Panorama atau Lompetan.
Memang, di sanalah Getuk Gondok yang asli berada. Sebab hingga saat ini belum ada tempat lain yang menjual getuk tersebut. Kendati hanya berjualan di pasar tradisional dan berlokasi hanya di emperan jalan, tapi penggemar getuk yang satu ini cukup banyak.

“Bermacam-macam, tidak hanya dari Magelang dan sekitarnya, namun dari Jogja, Semarang, sampai Jawa Timur. Ada pembeli merupakan orang asli Magelang yang singgah atau sekadar lewat dan membeli Getuk buat oleh-oleh,” jelas Hj Sri Rahayu saat ditemui Bernas Magelang di kediamannya Kelurahan Karet, Bulurejo, belum lama ini.

Sri sudah berjualan getuk Gondok sejak tahun 1985. Dia meneruskan usaha keluarga yang telah digeluti secara turun temurun dari ibu yang menggantikan sang menek, Ny Ali Mohtar. Kendati ia mengaku sudah lupa sejak kapan getuk ini tercipta, menurut cerita Sri, nama Getuk Gondok bukan nama asli dari produk getuk ini.

Ceritanya, dulu ada seorang pembeli yang tak sengaja menyebut getuk yang berbentuk bulat-bulat itu dengan sebutan getuk gondok. Mungkin karena penjualnya yang tidak lain nenek Sri Rahayu yang menderita gondok. Sejak itu, getuk itu dikenal sebagai Getuk Gondok, penjualnya dikenal pula dengan nama Mbah Gondok. Sri Rahayu merupakan generasi ketiga Getuk Gondok. Namun demikian pembuatannya dipertahankan masih secara tradisional.

Sejak pagi, sekitar enam orang karyawan keluarga sendiri sudah mulai bekerja membuat adonan. Karena bahan baku Getuk Gondok adalah ketela, gula, garam, perwarna yang terdiri dari ketela, gula garam sedikit dan mentega. Sampai saat ini Getuk Gondok mempunyai enam jenis getuk yaitu Gondok atau mawur, polada (bulat ada cokelatnya), cokelat gula merah, merah muda, hijau, dan pelangi empat macam).

Getuk yang dijamin pembuatnya tidak ada pengawet, tanpa sakarin atau pemanis buatan lainnya ini masih bertahan dengan system pasarkan secara mandiri. Harganya pun jauh dari mahal, sampai konsumen yang hanya membeli Rp 1.000 pun dilayani. Sedangkan dalam setiap dusnya dijual Rp 5.000 berisi 20 potong getuk yang terdiri dari empat macam ditambah Rolade dua potong dan Gondok dua potong.

Kini Getuk Gondok sudah berkembang di daerah lain. Pasalnya anak pertama Sri Rahayu telah mengembangkan ketuk Gondok ke Kediri. Meskipun bahan dasarnya sama getuk yang dikembangkan di Kediri dikenal kepada masyarakat sebagai Getuk Ayu Panorama. “Namun di sana hanya ada dua macam saja, yaitu Rolade dan Pelangi dan ditambah Klepon dan Jonkong,” katanya.

Saya pernah nyoba, asli lho enaknya.

Komentar

Postingan Populer