Kesetiaan Mulyanto

DI TENGAH maraknya hiburan orgen tunggal dan orkes dangdutan tidak membuat hati Mulyanto (29) berpaling dari seni tradisional Kuda Kepang. Bersama rombongan kesenian Sudi Waluyo, warga Dusun Kadirenggo Desa Karangkemiri Kecamatan Karangayar, Kebumen ini tetap setia melakoni aktivitas berkesenian yang ia sebut sebagai upaya nguri-nguri seni tradisi.

Memang kehidupan sehari-hari ayah dua anak ini tidak bisa dilepaskan dengan kuda kepang. Sebab, selain aktif dalam rombongan kesenian itu, dengan dibantu istrinya Tarsih, sejak empat tahun silam dia bertekad melestarikan kesenian yang mulai tergusur hiburan modern itu dengan menjadi perajin kuda kepang.

Tidak banyak uang yang ia dapatkan dari mengayam bambu, membentuknya, memberi pinggiran lalu mewarnai dengan cat minyak hingga menjadi kuda kepang. Namun demikian, di rumahnya yang sederhana itu, ia tetap bertahan mengayam bambu-bambu yang sudah dikeringkan berbulan-bulan, dipotong kecil-kecil dan dihaluskan itu menjadi kuda kepang berbagai ukuran. Dalam sehari rata-rata ia bisa menghasilkan lima kuda kepang ukuran kecil. Sedangkan untuk ukuran besar ia hanya bisa menyelesaikan satu sampai dua kuda kepang.

Untuk ukuran kecil yang dibuat mainan anak-anak usai TK ia jual Rp 15.000, sedangkan ukuran besar yang dipakai untuk orang dewasaa dijual dengan harga Rp 60.000. Selain grup kesenian kuda lumping, pembeli perorangan pun banyak untuk dijadikan sebagai hiasan rumah. "Tidak tentu, Mas. Kadang ramai pesanan tapi juga kadang sepi sekali," ujarnya saat ditemui Suara Merdeka di rumah kediamannya, belum lama ini.

Seluruh proses pembuatan kuda kepang dikerjakan sendiri, mulai dari menebang bambu, proses pengeringan, sampai memotong-motong bambu menjadi bilah-bilah kecil. Selanjutnya kuda kepang yang telah selesai dipajang di kiosnya sembari menjadi penjual bensin di jalan Karanganyar-Karanggayam. "Biar mudah saja, kalau di rumah kan sulit kalau orang mau mencarinya," aku perajin yang telah menyelesaikan obsesinya, membuat kuda kepang raksasa agar karyanya diabadikan Museum Rekor Indonesia (MURI).

Sayangnya, hingga kini kuda kepang dengan panjang 16 meter dan tinggi 10 itu dengan menghabiskan 200 batang bambu masih berdiri kokoh tidak jauh dari kiosnya. Jangankan untuk mendaftrakan ke lembaga milik Jaya Suprana itu, kapan kuda kepang raksasa yang menelan Rp 6 juta itu diresmikan, dia tidak tahu. "Tidak ada biaya untuk mendaftarkan," katanya menyebutkan biaya pembuatan kuda kepang raksasa itu disokong warga setempat.

Dari ukuran kuda kepang buatan Mulyanto sudah melebihi pemecah rekor sebelumnya dari Banjarnegara dengan pajang 12 meter dan tinggi enam meter. “Kami masih perlu dukungan dana agar kuda kepang ini bisa dicatat Muri sebagai kuda kepang terbesar di Indonesia,” ujar Mulyanto.

Di tengah perjuangan itu, Mulyanto sadar bertahan menjadi perajin kuda kepang keluarganya tidak akan hidup dalam uang berlebih. Lihat saja rumahnya yang sederhana, meja kayu menjadi penyambut tamu yang datang. Namun demikian ia tetap melakoninya dengan hati tawakal. Ia merasa beruntung karena istrinya menerima kondisi itu.

Komentar

Postingan Populer