rakyat kecil

DALAM setiap pemilu rakyat kecil selalu menjadi rebutan elit politik. Kemiskinan mereka selalu saja dijual untuk mengumbar janji dan obral visi misi. Tapi setelah pemilihan itu selesai digelar, dan pemenang telah ditetapkan, saya tak percaya mereka bakal ingat apa yang pernah dikata.
Bahkan sampai hari ini, saya tak pernah percaya dengan pemerintah.

Rakyat dalam proses demokrasi di negeri ini diibaratkan seperti biting yang dibuang setelah digunakan. Dikunjungi sebelum pencoblosan, diberi sembako, uang, dan janji-janji. Setelah perhelatann itu selesai, rakyat kecil kembali pada kodratnya; menjadi orang tertindas, dibuang dan tersingkirkan.

Mbah Karmilah (70) adalah salah satunya. Sejak umur 17 tahun ia sudah nyoblos pemilu. Entah sudah berapa kali, ia tak pernah menghitungnya. Janji yang disampaikan setiap calon selalu sama. Akan menyejahterakan rakyat kecil seperti dirinya. Tapi sejak itu pula hingga ia sudah beranak pinak dan memiliki sejumlah cucu, janji itu tak pernah terwujud. Ia masih tetap miskin. Masih menjadi penjual kacang rebus, dan masih jauh untuk dikatakan sejahtera.

Benar kata Bondan Winarno si pengicip makanan yang bilang makyus itu. Mulai hari ini masyarakat tidak usah mengandalkan pemerintah. Tak perlu terpesona pada janji-janji calon penguasa. Kita perlu mandiri untuk memikirkan diri sendiri. Syukur-syukur memikirkan orang lain. Yang perlu dipegang, jangan pernah merugikan orang lain.

Entahlah mengapa sangat sulit mencari pemimpin yang berpihak kepada rakyat kecil. Atau jangan-jangan pemimpin yang dicari itu hanya ada dua. Pertama sudah mati dan pemimpin yang kedua belum dilahirkan. Apakah kita harus menunggu sampai anjing beranak kucing. Entahlah.


Komentar

Postingan Populer