masa kecil

Anda yang lahir dan dibesarkan di pedesaan tentu teringat waktu masih duduk di bangku sekolah dasar ketika nonton program Si Bolang yang disiarkan Trans7 setiap pukul 12.00. Ingatan akan segera menuju masa silam di wilayah pedesaan yang belum tersentuh aliran istrik dan teman-teman masa kecil dulu.

Usai mengaji ramai-ramai bermain di halaman surau kecil. Apalagi saat datang malam purnama, kemeriahan itu benar-benar hadir. Anak-anak bermain grobak sodor, petak umpet, dan kejar -kejaran, sementara orang tua berkumpul saling bergurau. Baru saat malam semakin larut, anak-anak akan pulang ke rumah untuk kemudian besok pergi sekolah. Saat pulang sekolah, anak-anak kembali bermain. Mandi di kali, mencari ikan, berburu kupu-kupu, belalang, dan burung-burung. Maklum, hiburan seperti televisi maupun layar tancap sangat jarang digelar.

Televisi masih menjadi barang langka. Hanya orang tertentu yang memilikinya. Itu pun dengan hitam putih yang dihidupkan dengan accumulator, dan menangkap siaran dengan antena yang mirip tower operator seluller yang marak saat ini. Tak ada pilihan acara, karena hanya TVRI stasiun satu-satunya.

Tentu, semua itu hanya kenangan. Perkembangan teknologi sudah mengubah semuanya. Sosio kultural masyarakat termasuk pergeseran permainan anak-anak. Banyak permainan tradisional yang digantikan televisi, dan game di komputer. Hadirnya game center memikat hati anak-anak kota hingga di pelosok desa untuk melupakan permainan berbasis alam.

Si Bolang atau Bocah Petualang saat ini cukup digemari anak-anak hingga dewasa. Sebab selain sebagai pendidikan bagi anak-anak acara ini pun dapat menghibur karena menyajikan keanekaragaman budaya bangsa dari seluruh indonesia. Acara ini pun menjadi ispirasi anak-anak desa untuk bermain di alam.

Seperti yang dilakukan Jodi (8) dan kawan-kawannya di Desa Semanding Kecamatan Gombong, Kebumen yang terkena demam Si Bolang. Mengaku terpengaruh Si Bolang, mereka kini sering bermain di luar rumah bersama teman seusia mereka.

Jodi yang masih duduk di SD kelas 3 di desanya itu setiap pulang sekolah sering bermain di saluran irigasi waduk sempor untuk mencari ikan. Memang akhir-akhir ini irigasi Waduk Sempor sedang mengalami penggiliran sehingga terkadang tidak dialiri air.
"Senang Mas. Bisa sama-sama dengan teman-teman," kata bocah yang tinggal di RT 4 RW 3 Desa Semanding tersebut.

Jodi tidak sendirian, ada sejumlah temannya yang menpunyai kebiasaan sama. Yoga (8) adalah bocah yang lainnya. Bocah yang duduk di kelas 2 SD Semanding cukup antusias mencari ikan di saluran irigasi. Meski tak juga mendapatkan ikan yang dicari, namun bocah yang mengaku suka menonton Si Bolang itu tatap ceria.

Ia mengaku, ikan-ikan yang didapatkan dikumpulkan menjadi satu. Lalu dibakar dan di makan bersama-sama. Jika tidak demikian, ikan yang mereka dapatkan dibawa pulang untuk dimasak oleh orang tuanya.

Ada perbedaan petualangan yang dilakukan anak saat ini dengan masa kecil orang tuanya dahulu. Dahulu, alat-alat permainan biasa dibuat sendiri dari bahan alam. Namun anak-anak saat ini, seperti Jodi dan kawan-kawannya lebih memilih catra praktis. Misalnya memilih membeli sesek sebuah alat untuk penangkap ikan dengan harga Rp 2.000 daripada membuatnya. "Nggak bisa membuatnya, Mas. Banyak yang menjual kok," ujar Yoga enteng.

Perbedaan lainnya, saat ini tidak semua anak-anak diperbolehkan bermain di alam oleh orang tuanya. Akhirnya mereka pun melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Orang tua mereka khawatir hal itu membahayakan keselamatan anak-anak. "Ada yang tidak boleh Mas, kotor katanya," imbuhnya menyebutkan sejumlah temannya yang bermain diirigasi tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Komentar

Postingan Populer