Desa Kedungringin

KEDUNGRINGIN merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. Jalan darat yang berbukit menjadi satu-satunya jalur yang harus dilewati warga untuk pergi ke kota kecamatan. Namun sejak ada jalur air, mereka memilih menggunakan jalur ini sebagai alternatif transportasi. Berikut laporannya.
***
SIANG cukup panas, Warjo (40) bersama beberapa teman pemilik perahu penyeberangan di Waduk Sempor, Kebumen duduk-duduk lesehan di atas parkir. Tidak jauh dari mereka sejumlah perahu besar dan kecil ditambatkan di pinggir waduk. Sembari menunggu penumpang, mereka asyik ngobrol soal jatah raskin yang saat itu sedang dibagikan Bulog Kebumen.

Warga Desa Kedungringin ini merupakan salah satu pemilik perahu jasa penyebarangan dari Desa Sempor ke Desa Kedungringin melalui jalur air. Untuk sampai kedesa tujuan, perahu tersebut menyeberangi waduk.

Setidaknya terdapat sembilan perahu besar dengan kapasitas 20 penumpang setia setiap saat mengantarkan warga yang akan pergi ke pasar ataupun sekadar jalan-jalan. Selain itu, sebanyak 30 perahu kecil dengan kapasitas tujuh orang juga menjadi alat yang menghubungkan warga baik yang akan pulang atau pergi ke Kedungringin.

Perahu-perahu itu mayoritas milik warga setepat, baik warga Sempor maupun Kedungringin. Separoh dari jumlah perahu itu ditambatkan pada semacam dermaga kecil di pinggir waduk di Desa Kedungringin. Perahu tersebut mengantarkan warga yang akan pergi ke kota. Sedangkan sisanya ditambatkan di pinggir Waduk Sempor di wilayah Desa Sembor. Perahu-perahu tersebut mengantarkan warga yang akan kembali pulang ke kampung halamannya.

"Sebagian warga memilih menggunakan jalur air karena lebih cepat," ujar Warjo, belum lama ini.
Samirin (39) pemilik perahu lain, menambahkan jika melewati jalur darat, dari sempor ke Kedungringin warga harus melintas jalan berliku dengan menempuh jarak sekitar 15 km. Jalan yang ada pun harus memutar waduk dahulu. Jika melewati arah timur, untuk sampai di Kedungringin harus melintasi beberapa desa yakni Kenteng, Semali dan Karet. Sedangkan jika memutar lewar arah barat, harus melewati Desa Sampang dan Ketileng.

Padahal jika ditempuh dengan menggunakan perahu, jarak Sempor-Kedungringin hanya sekitar 7 km. Dengan memotong kompas menggunakan jalur, paling tidak warga bisa memperpendek jarak 7,5 km dalam sekali perjalanan. Jadi dalam setiap pulang pergi jarak tempuh yang dapat dipotong sepanjang 15 km.

Untuk menggunakan jasa perahu ini, pada umumnya warga desa harus mengeluarkan Rp 5.000 untuk biaya sekali perjalanan dan Rp 10.000 untuk pulang-pergi. Selain kepada warga setempat, pemilik perahu juga menyediakan untuk mengantarkan wisawatan yang ingin mencoba mengelilingi waduk Sempor dengan menggunakan perahu.
***
Waduk Sempor memang menjadi berkah bagi banyak orang, tak terkecuali warga Kedungringin. Selain menyediakan air untuk irigasi persawahan, menggerakkan turbin PLTA dan PDAM, waduk tersebut juga dipakai untuk jalur transportasi alternatif bagi ratusan warga di desa tersebut.

Selain itu, waduk tersebut juga menjadi lahan pekerjaan bagi banyak orang, seperti pencari ikan, pedagang baik di warung atau asongan. Tak terkecuali para pemilik pemilik perahu juga menyediakan untuk mengantarkan wisawatan yang ingin mencoba mengelilingi waduk Sempor dengan menggunakan perahu.

Jika pada umumnya warga desa membayar Rp 5.000 untuk sekali perjalanan, harga tersebut tidak berlaku bagi wisatawan. Apalagi tidak selamanya banyak warga yang memanfaatkan perahu tersebut untuk sarana itu.

Seperti misal, saat saya berada di tempat itu hampir dua jam, belum ada satu pun warga yang datang menggunakan perahu tersebut. Terpaksa seorang penumpang yang sudah datang harus menunggu agak lama. Karena jika satu penumpang dipaksakan diangkatkan pemilik perahu akan rugi, karena tidak sebanding dengan bahan bakar yang mereka keluarkan.
"Kecuali jika membayar lebih dan cocok tetap akan kami angkatkan. Tapi kadangkala kami tidak tega untuk meminta tarif yang agak banyak, terutama bagi warga desa," ungkap Samirin (39) salah satu pemilik perahu.

Akan tetapi berbeda dengan para wisatawan para pemilik perahu, toleransi agak sedikit diberikan. Untuk itu, agar dapat menikmati sebuah panorama cantik dengan sajian yang begitu memesona naik perahu tersebut secara berombongan. Setidaknya itu akan membuat harga lebih murah.
"Lha kalau wisatawan kan, tujuannta ke sini memang untuk senag-senang. Jadi kami menawarkan kalau mereka mau ya diangkatkan, tapi jika tidak ya nggak apa-apa," tambahnya.

Dalam sehari rata-rata perahu hanya dua kali pulang pergi dari pinggir waduk di Desa Sempor ke Kedungringin. Banyaknya perahu di tempat itu membuat mereka harus berbagi satu sama lain.
Dikatakan, dalam sehari mereka tidak menentu penumpang yang datang. Penghasilan mereka pun tidak menentu, kadang banyak tapi kadang juga sedikit. Paling banyak waktu hari minggu. Selain warga banyak yang memanfaatkan, para wisawatan di Waduk Sempor juga relatif lebih banyak ketimbang dengan hari biasa.

Namun paling sepi terjadi ketika musim kemarau tiba. Saat ini air waduk mulai menyusut. Di wilayah Desa Sempor penyusutan air waduk pada musim kemarau mencapai satu kilometer. Namun di wiayah Kedungringin terjadi penyusutan dua kali lipatnya, yakni dua kilometer.

"Jadi setelah turun dari perahu warga terpaksa harus menempuh jarak tiga kilometer," ungkapnya.

Pada saat itu, penumpang menjadi sepi. Mereka kembali menggunakan jalur darat dengan memutari waduk tersebut. Saat itu banyak perahu yang tidak dijalankan. Mereka kembali menjadi petani, ada yang bekerja lain. Akan tetapi ada yang masih bertahan menunggu warga yang akan menyeberangi waduk sempor atau wisawatan yang ingin jalan-jalan di seputar waduk sambil menikmati panorama indah dan udara sejuk menyegarkan di obyek wisata yang terpadu dengan alam itu.


Masuk ke kawasan waduk setiap pengujung di obyek wisata tersebut dikenai retribusi Rp 2.250 plus asuransi. Parkir bus Rp 5.000, roda empat Rp 4.000 dan untuk roda dua Rp 1.000. ***

Komentar

Postingan Populer