Desa Grujugan

Selain anyaman pandan, Kebumen mempunyai sentra kerajinan yang cukup terkenal, yakni kerajinan bambu di Desa Grujugan Kecamatan Petanahan. Produk utama yang dihasilkan secara turun temurun adalah kerajinan tudung (caping). Bagaimana kehidupan sehari-hari warga desa ini, berikut laporannya.
***

SIANG musim kemarau terasa sangat panas. Itu barangkali yang membuat Samiran (54) bertelanjang dada saat mengayam bilah-bilah bambu di serambi rumahnya di Desa Grujugan Kecamatan Petanahan, kemarin. Setelah beberapa ayaman ia selesaikan, lalu dipindahkannya di halaman samping rumah untuk dikeringkan.

"Supaya tidak jamuran, Mas," ujarnya ramah saat saya menghampirinya.

Ya, Samiran adalah satu dari ratusan warga Grujugan yang menggantungkan perekonomian keluarganya dari kerajinan tudung. Di desa yang mempunyai sekitar 170 keluarga ini, sebanyak 70 persennya adalah seorang perajin tudung. Tidak heran jika menengok tiga dusun di desa ini,
Kemranggen, Karangkemiri, dan Dusun Ngentak setiap hari akan mendapati anak-anak hingga orang dewasa membelah bambu, mengirat dan mengayamnya.

Bagi warga desa ini, membuat tudung telah mendarah daging dan sulit meninggalkannya. Tidak jarang mereka yang sudah menjadi seorang pegawai, guru, bahkan kepala sekolah pun di sela-sela kesibukannya meluangkan waktu membuat tudung.

Bagi para petani, membuat tudung merupakan lokomotif utama yang menggerakkan perekonomian keluarga. Maklum sebagai petani mereka tidak setiap hari mendapatkan penghasilan dari lahan pertaniannya itu. Apalagi para buruh tani yang tidak memiliki sawah, membuat tudung adalah jalan keluar agar mereka tetap bisa makan.

Setelah tudung jadi, warga kemudian menjualnya ke Pasar Gamblog di Desa Tanjungsari. Letaknya berada satu kilometer di sebelah timur desa tersebut. keunikan pasar Gamblog adalah secara khusus memperjualbelikan barang serba bambu. Mulai batang bambu hingga hasil kerajinan warga setempat seperti tudung, kukusan, besek, dan lainnya.

Selain itu, pasar Gamblog juga tidak setiap hari buka. Dalam seminggu hanya tiga kali saja pasar itu dipenuhi pedagang dan pembeli yang sedang bertransaksi. Yakni hari Senin, Kamis dan Sabtu mulai pukul 06:00 hingga 08:00.

"Kalau di atas jam sembilan sudah sepi," tambah Sariyono (45) perajin lainnya menyebutkan hari Senin dan Kamis merupakan paling ramai.
Cukup murah harga satu tudung yang ditawarkan para perajin. Tudung yang dijual rata-rata belum dicat itu ditawarkan Rp 1.500 hingga Rp 5.000/ biji sesuai ukurannya. Sedangkan kukusan yang kabanyakn dibuat perempun dijual Rp 3.000/biji. Setiap perajin rata-rata membawa sekitar 20-30 buah tudung yang mereka produksi selama beberapa hari.

"Sulit menghitung sehari dapat berapa sebab cara pembuatannya tidak satu persatu. Tapi jika dibuat rata-rata mulai dari pecah bambu hingga jadi, seorang perajin bisa membuat sekitar lima buah tudung per hari," tambahnya.

Sebagian perajin desa ini, masih sangat sederhana dalam menjalankan usahanya. Yang penting modal yang mereka keluarkan untuk membeli sebatang bambu Rp 8.000 bisa kembali dengan cepat. Satu batang bambu bisa dibuat tudung menjadi sebanyak 40 biji.

"Meski tidak banyak, kami cepat mendapatkan uang. Misalnya Senin beli bambu, hari Kamis sudah bisa menjualnya," ungkap perajin yang sudah sejak kecil belajar menganyam bambu tersebut.

***
SELAIN anyaman pandan, Kebumen memiliki sentra kerajinan yang cukup terkenal, yakni kerajinan bambu di Desa Grujugan Kecamatan Petanahan. Produk utama yang dihasilkan secara turun temurun adalah tudung (caping). Hingga kini sentra kerajinan tersebut masih bertahan.

Bagi warga Grujugan, membuat tudung sudah mendarah daging dan tidak bisa ditinggalkan. Tidak jarang mereka yang sudah menjadi seorang pegawai, guru, bahkan kepala sekolah pun tetap masih meluangkan waktu untuk membuat kerajinan tersebut di sela-sela kesibukannya.

Bagi para petani, membuat tudung merupakan lokomotif utama yang menggerakkan perekonomian keluarga.Maklum sebagai petani, mereka tidak setiap hari mendapatkan penghasilan dari lahan pertaniannya. Apalagi para buruh tani yang tidak memiliki sawah, membuat tudung adalah jalan keluar agar mereka tetap makan.

Samiran (70) adalah satu dari ratusan warga Grujugan yang menggantungkan perekonomian keluarganya dari menjadi perajin Tudung. Di desa yang mempunyai sekitar 170 keluarga ini, sebanyak 70 persennya warganya adalah seorang perajin Tudung. Tidak heran jika menengok tiga dusun di desa itu, Kemranggen, Karangkemiri, dan Dusun Ngentak setiap hari akan mendapati mulai anak-anak hingga orang dewasa membelah bambu, mengirat dan mengayamnya.

Setelah tudung jadi, warga kemudian menjualnya di Pasar Gamblog di Desa Tanjungsari, Petanahan. Namun ada juga yang langsung dibeli oleh para tengkulak. Oleh para tengkulak tersebut tudung-tudung tersebut dijual kembali ke sejumlah daerah. Bahkan tudung dari Kebumen cukup diminati oleh masyarakat ke luar Jawa khususnya Sematera.

"Kebanyakan kita kirim ke Padang, Palembang dan Lampung. Kalau lagi ramai bisa kirim empat kali sebulan. Tapi kalau sedang sepi hanya sekali saja," ujar HM Sariyo salah satu tengkulak di desa itu.
Pria yang terpilih menjadi Kades Grujugan itu menambahkan, sekali mengirim biasanya sebanyak 500 kodi tudung. Satu kodi dipasarkan Rp 35.000 hingga Rp 90.000. "Ramai-ramainya saat menjelang panen pada musim tanam pertama," katanya.

Dari para perajin harga satu tudung memang cukup murah. Tudung yang dijual rata-rata belum dicat ditawarkan Rp 1.500 hingga Rp 5.000 sesuai dengan ukurannya. Sedangkan kukusan yang rata-rata dibuat perempun dijual Rp 3.000/biji.

"Sulit menghitung sehari dapat berapa, karena sistem pembuatannya tidak satu persatu. Tapi jika dibuat rata-rata mulai dari pecah bambu hingga jadi, seorang perajin bisa membuat sekitar lima buah tudung per hari," tambahnya.

Bagi sebagian perajin di desa itu, memang masih sangat sederhana dalam menjalankan usahanya. Bagi mereka yang penting modal yang mereka keluarkan untuk membeli sebatang bambu Rp 8.000 bisa kembali dengan cepat. Satu batang bambu bisa dibuat tudung menjadi sebanyak 40 biji.
"Meski tidak banyak, kita cepat mendapatkan uang. Misalnya Senin beli bambu, hari Kamis sudah bisa menjualnya," ungkapnya.***

Komentar

Postingan Populer