Gula Kelapa

NGATINI (23) terus mengaduk-aduk air sadapan kelapa yang sedang direbus di tungku dapur rumahnya, di Desa Patukrejo Kecamatan Bonorowo, Kebumen, kemarin. Sesekali ia menghidupkan kembali api yang hampir mati dengan menambahkan kayu bakar lagi.

Ngatini adalah salah satu dari sekitar seratus warga Patukrejo yang bertahan menjadi perajin gula jawa. Selain berprofesi menjadi petani sebagian warga desa ini merupakan seorang pembuat gula jawa.

Setiap pagi laki-laki naik dari satu pohon kelapa ke pohon lainnya untuk menderes airnnya. Setelah terkumpul banyak baru kemudian tugas beralih kepada para perempuan. Mereka giliran memasak air kalapa tersebut hingga mengental sebelum mencetaknya dengan batok kelapa yang dibelah dua.
“Untuk membuat sekilo gula jawa diperlukan nderes enam pohon kelapa,” ungkap Ngatini, kemarin.

Dari merebus sampai mencetak, ia hanya memerlukan waktu sekitar tiga jam lamanya. Setiap pagi dan sore ia bisa membuat 34 biji atau sekitar 5kg gula jawa yang siap dipasarkan. Setiap tiga hari sekali, gula-gula yang sudah dicetak tersebut kemudian disetorkan kepada tengkulak seharga Rp 5.000/kg.

“Sekarang harga gula jawa sedang tinggi. Tapi paling tinggi pada waktu bulan puasa lalu yang mencapai Rp 6.000 dari perajin,” tambahnya.

Dia bersyukur desanya dianugerahi pohon kelapa. Dengan demikian setiap hari warga bisa memanfaatkan airnya untuk dijadikan gula jawa yang bisa menyambung kehidupan keluarga mereka.

“Kita mau membuat gula jawa seberapa banyaknya pasti akan laku. Karena gula jawa banyak dibutuhkan masyarakat,” katanya mengaku enggan memasarkan sendiri produksinya karena keterbatasan waktu.

Hingga saat ini, sebagian besar masyarakat di desa Patukrejo mengandalkan penghasilan dari membuat gula kelapa. Subur, warga Patukrejo lainnya, mengaku bahwa menjadi perajin gula jawa masih menguntungkan. Subur yang mempunyai 10 pohon kelapa ditambah 10 pohon milik mertuanya setiap hari mampu membuat sebanyak 8 kg gula jawa.

“Pokoknya setiap hari pasti nderes kelapa, meski hujan atau tidak. Karena hasil dari itu dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga,” katanya harga gula jawa di tingkat eceran sekitar Rp 6.000. Sebelumnya, sejumlah perajin gula jawa mengaku masih kesulitan mencari kayu bakar.
Karena untuk memasak deresan kelapa hingga menjadi gula diperlukan banyak kayu bakar. “Semakin susah mencari kayu di ladang, padahal untuk membeli, sangat berat,” keluh Ngatini.

Apalagi menggunakan kompor, tambah dia, harga minyak tanah yang tinggi tidak sepadan digunakan untuk mengolah gula jawa. Selain itu jika menggunakan kompor waktu masak juga akan semakin lama. “Mungkin ada cara yang cepat dan murah untuk membuat gula jawa. Tapi sampai saat ini kami masih bertahan memakai cara tradisional seperti ini,” katanya.***

Komentar

Postingan Populer