Naik Rakit

JIKA disuruh mengajukan tiga permintaan, sebagian warga Desa Seboro Kecamatan Sadang Kabupaten Kebumen tentu salah satunya akan mengajukan permohonan untuk dibangunkan jembatan di atas sungai Luk Ulo yang membelah desa mereka. Ketiadaan jembatan membuat mereka terpaksa menumpang rakit untuk menyeberang ke pusat desa, maupun pergi ke kota.

Mainah (40), Harti (45) Sodikun (37) warga Dusun Karanganyar Desa Seboro adalah tiga dari ribuan warga Desa Seboro yang menggunakan jasa "jembatan berjalan" untuk keperluan mengurus surat-surat, ke pasar maupun bekerja baik di instansi pemerintah maupun swasta. Maklum selain Dusun Karanganyar di sisi timur sungai Luk Ulo masih terdapat enam dusun lagi yang bernasip sama dengan penduduk sekitar 3.000 jiwa. Jika tidak menyeberangi sungai itu, warga harus memutar melewati jembatan di Desa Wonosari dengan jarak 4 KM lebih panjang atau melalui Dusun Legok sekitar 5 KM lebih jauh.

Kepala Desa Seboro, Muhadi (41) mengungkapkan, selain digunakan untuk pergi ke pasar atau ke balai desa, jalur itu juga dilalui untuk menguburkan jenazah. Mengingat letak tempat pemakaman umum (TPU) berada di seberang sungai. Bahkan beberapa tahun lalu pernah terjadi, jenazah yang akan dikuburkan hampir hanyut di sungai Luk Ulo.
"Gara-garanya, saat berada di atas rakit, sungai tiba-tiba banjir," kenang Muhadi.

Setiap hari, di sungai tersebut terdapat tiga rakit yang siap menyeberangkan warga mulai pukul 07:00 sampai pukul 16:00. Setiap rakit terdiri dari tiga orang kru, satu orang di depan dan dua lainnya mendorong dari belakang. Sebagai imbal jasa, biasanya warga memberikan uang Rp 1.000 per orang. Sedangkan untuk sepeda motor mereka memberikan Rp 3.000. Meski adapula pula yang hanya memberikan ucapan terimakasih, namun tidak membuat para tukang rakit itu tidak melayani.

"Itung-itung untuk menolong warga," ujar Sutarto (36) salah satu tukang rakit yang mengaku penghasilan setiap hari sekitar Rp 100.000-Rp 120.000 untuk setiap rakit.***

Komentar

Postingan Populer