Santo Payung

KANTOR Pos Cabang Petanahan, Kebumen, Selasa (21/4) dipadati sekitar 1.600 warga miskin yang akan mencairkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahap III Tahun 2009. Seolah tak sabar mendapatkan uang Rp 200.000, ribuan warga dari enam desa yakni yakni Desa Grogolpenatus, Grogolbeningsari, Kebonsari, Nampudadi, Jatimulyo dan Tresnorejo itu rela berdesak-desakan.
Diantara warga miskin itu tampak Susanto Noto Prayitno (42). Warga RT 1 RW 01 Desa Jatimulyo, Kecamatan Petanahan itu sudah menyiapkan syarat-syarat untuk mencairkan uang BLT. Kedatangan pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bengkel payung rusak itu memang tidak menjadi perhatian warga. Maklum sebagian besar tidak mengetahui jika Santo Payung, begitu sapaannya merupakan salah satu calon anggota lagislatif (caleg) untuk DPRD Kebumen dari Partai Gerindra.
Ya, meskipun berstatus sebagai seorang Caleg, Susanto mengaku tidak merasa malu mengantre untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dia sadar, meskipun caleg dia berasal dari keluarga miskin. Baginya urusan caleg sudah berlalu sejak tidak banyak yang mencontreng namanya dalam Pemilu 9 April lalu.
Meskipun tidak lolos di kursi legislatif, namun toh dia masih tetap menjadi tukang "DPR" alias tukang dandan payung rusak. "Ya nggak apa-apa, wong saya magang DPRD juga tidak mengeluarkan uang sama sekali," ujar Caleg nomor 4 untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Kebumen 4 meliputi Kecamatan Petanahan, Klirong dan Pejagoan di sela-sela pencairan BLT.
Menurutnya, uang Rp 200.000 yang dia dapatkan itu akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Maklum, profesinya sebagai tukang servis payung keliling terbilang belum bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Tidak terkecuali untuk memenuhi keinginan Susanti istrinya dan dua anaknya yakni Santika (13) dan Hengky Asep Mardika (9).
Meski mimpinya menjadi anggota dewan sudah pupus, namun pria kelahiran Kebumen 17 Juli 1967 itu mengaku tidak stres. Mengingat semua kegiatan kampanye dia tidak mengeluarkan biaya sepersen pun. Dana yang dikeluarkan berasal dari bantuan dari teman-temannya yang kagum dengan keberanian dirinya mencalonkan diri menjadi caleg. Selama ini dia berpegangan pribahasa yang mengatakan gajah berjalan seperti gajah dan semut berjalan layaknya seekor semut.
Dia berani mengatakan, sangat istimewa seorang yang mengeluarkan uang di bawah Rp 100 juta bisa menang dalam Pemilu. Jadi dia tidak berharap banyak karena orang miskin seperti dirinya, memang tidak diperhitungkan oleh masyarakat. Karena masyarakat masih memandang orang dari harta dan kekayaannya.
Dia mengaku masih teringat bagaimana saat kampanye dengan hanya mengenakan kaos oblong dengan membagi-bagi stiker di Pasar Petanahan. Meski perekonimian yang terbatas, tidak mengendorkan tekadnya untuk bermimpi. Ia pun memberanikan diri terjun di dunia politik. Meskipun atas kenekatan itu, membuat Santo banyak menjadi pergunjingan tetangga. Bahkan keluarganya sendiri pun ikut mencibir. Tak jarang pula dengan ulahnya itu ditangapi dengan sinis, bahkah menjadi ajang ledekan. Meskipun demikin masih ada yang angkat topi atas keberanian Susanto melawan arus.
"Pemilu sudah berlalu, saat ini saya kembali ke habitat semula yakni menjadi Tukang DPR," katanya seraya mengkritik pembagian BLT masih acak-acakan.
Menurut Santo pihak desa hanya menginformasikan bahwa hari pengambilan BLT. Padahal hari ini ada tujuh desa yang ikut ambil pada waktu bersamaan. Padahal kata dia, harusnya diinformasikan desa ini mulai jam berapa sehingga pembagian BLT tidak hanya dikuasi oleh orang-orang yang kuat. "Warga lanjut usia harus kalah dengan yang muda," kayanya.
Dulmanto (60) salah warga mengaku sudah antre di Kantor Pos Petanahan sejak pagi pukul 08.00. Namun hingga pukul 14.15 dia juga belum dapat uang Rp 200.000. ***

Komentar

Postingan Populer