krisis air (1)

DUSUN Kalijambe Desa Kalisana, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah tampak lengang. Di sepanjang jalan desa yang menghubungkan antara Desa Langse dengan Desa Tlepok itu, hanya sesekali lewat warga bersepeda maupun berjalan kaki.

Hamparan sawah di sisi kanan kiri sebagian menghijau oleh daun tembakau siap petik. Namun sebagian lagi tampak menguning sewarna rumput yang mengering.
Musim kemarau membuat sebagian petani tidak mau berspekulasi. Mereka lebih memilih membiarkan lahannya tanpa tanaman.

Maklum, warga di desa itu tidak hanya kesulitan air untuk menyirami tanaman tembakau, melainkan juga sulit mencukupi kebutuhan air bersih. Saat hujan menjauh, air tiba-tiba menghilang laksana ditelan tanah yang merekah. Sumur mengering dan sumber air yang tersisa pun jauh di balik pegunungan.


Pada pertengahan Agustus ini, salah satu sumber yang masih mengalirkan air adalah mata air di Alas Rembes, sekitar 5-7 kilometer dari rumah warga. Dari sumber itulah ratusan keluarga menggantungkan kebutuhan air, untuk minum, memasak, mencuci, dan mandi.

Karena jaraknya yang cukup jauh, warga bersiasat dengan mengalirkan air ke sejumlah bak penampungan air. Bak penampungan air itu merupakan sub terminal yang kemudian diteruskan ke puluhan rumah warga di bawahnya.

Salah satu penampungan air yang masih terjaga berada di depan Mushola Baitul Taqwa. Di bak yang dibangun dengan ketinggian sekitar lima meter pada empat bulan lalu secara swadaya itu dipasang selang yang menuju ke tiap-tiap bak milik sekitar 25 keluarga. Jarak rumah warga dengan penampungan tersebut antara 20-150 meter.

Meskipun airnya tidak melimpah, menurut Sinah (52) warga RT 03 RW 03 Dusun Kalijambe, dengan sistem tersebut kebutuhan warga masih bisa tercukupi. Selain itu warga juga tidak harus mengambil air ke sumber air yang jaraknya cukup jauh. Perempuan paruh baya itu pun bersyukur sumber air di Alas Rembes masih mengeluarkan air.
"Dia tidak bisa membayangkan kalau mata air itu tidak lagi mengeluarkan air," katanya membersihkan penampungan air tersebut.

Manisah (30) warga lainnya, mengaku pada musim kering, tidak ada lagi sumber air yang bisa digunakan. Sungai Weleran yang melintas di desanya juga kerontang sebelum waktunya, sehingga tak bisa diandalkan. Maka ibu satu anak itu mengatakan menjaga mata air agar tetap mengalir adalah mutlak dilakukan dan tidak bisa ditawar.


Ya, desa yang sebagian warganya merantau ke ibukota itu belum sampai mendapatkan bantuan air bersih dari Pemkab Kebumen. Musim kemarau tahun lalu juga demikian. Namun pemerintah desa sudah mengajukan bantuan air bersih. Namun tidak lama kemudian turun hujan.
"Meskipun terbatas, kebutuhan air bersih masih tercukupi," ucap Hasyim Kepala Desa Kalisana.

Ternyata, matinya mata air pada musim kemarau dialami beberapa desa, salah satunya Desa Giritirto Kecamatan Karanggayam. Dari tujuh mata air yang ada di desa itu, saat ini tinggal dua yang masih mengeluarkan air dengan debit air menurun drastis. Hal itu perlu dicermati karenanya dampak yang diakibatkan akan lebih luas. Mengingat desa yang berbatasan dengan Banjarnegara itu merupakan daerah hulu yang berfungsi sebagai wilayah tangkapan air.


Di Desa Pohkumbang Kecamatan Pejagoan sejumlah mata air kering lebih awal. Sedangkan mata air yang tersisa semakin menurun debit airnya. Menurut Sekretaris Desa Pohkumbang Rohyat sebelum tahun 1990, di desa dengan ketinggian 185 dpl yang terdiri dari empat dusun tersebut masih banyak sumber air yang masih mengalir meski memasuki musim kemarau.

"Namun sekarang tidak hujan sebentar, sudah mengering," katanya.


Alih fungsi lahan di daerah penyangga (buffer) serta makin bertambahnya lahan kritis menjadi faktor penyebab kelangkaan air. Dari analisis Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang, penyebab lain adalah makin luasnya penyebaran daerah aliran sungai (DAS) yang kritis, kemudian penebangan liar di daerah penyangga.

"Akibatnya makin defisit air di wilayah kekurangan air semakin meningkat serta ketersediaan air di daerah surplus menurun," ujar Ketua LPPSP, Indra Kertati saat mengisi pelatihan pengelolaan SDA berbasis masyarakat di Kebumen.

Di luar itu semua, kesadaran masyarakat untuk menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan mata air menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga mata air tetap basah. Upaya sosialiasi peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan sumber mata air yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup (KLH)N Kebumen juga patut diapresiasi. Namun upaya tersebut tidak berhenti sampai di situ.

"Kami berharap kesadaran masyarakat untuk ikut bertanggungjawab menjaga dan melindungi sumber daya alam khususnya sumber mata air meningkat," tandas Kepala KLH Drs Nugroho Tri Waluyo.***


Komentar

Postingan Populer