Sungai Luk Ulo Surga Bagi Pemburu Batuan

Para pemburu batu menyusuri hulu Sungai Luk Ulo di Desa Totogan, Kecamatan Karangsambung, Kebumen.

SEMAKIN bersinarnya pamor batuan Kebumen mendorong banyaknya para pemburu batuan alam ini di berbagai tempat. Para pencari batu bukan hanya petani sekitar sungai tetapi datang dari berbagai daerah hingga luar Kebumen. Hulu Sungai Luk Ulo pun menjadi surga bagi pemburu batuan alam baik untuk bahan akik, suiseki, maupun biseki.
Penasaran dengan bagaimana perburuan batu itu berlangsung,  saya mengikuti rombongan pemburu batu, baru-baru ini. Sungai Luk Ulo di Desa Wonosari, Kecamatan Sadang, sekitar 25 kilometer arah utara dari pusat kota Kebumen menjadi tujuan pertama. Pencarian dilakukan menyusuri sungai termasuk di Desa Totogan, Kecamatan Karangsambung.
            Dengan mengendarai mobil, lokasi tersebut bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Menyusuri Jalan Kebumen-Karangsambung, sepanjang perjalanan akan terlihat alur Sungai Luk Ulo yang berkelok-kelok. Sungai yang membelah kabupaten Kebumen itu benar-benar dalam kondisi kritis. Nyaris tak ada batu besar di sungai terbesar di Kebumen. Sejumlah truk pengangkut pasir antre menunggu muatan tidak jauh dari mesin sedot pasir yang meraung-raung. Penambangan pasir liar menjadi persoalan klasik yang tak pernah ada jalan keluarnya.
            Baru setelah melewati kantor Kecamatan Karangsambung yang berhadapan dengan Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung, salah satu Unit Pelaksana Teknis pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sungai Luk Ulo masih sedikit memiliki jeram.
            Sesampai di Desa Wonosari, Kecamatan Sadang, mobil yang kami tumpangi berbelok turun ke sungai. Air sungai yang surut di musim kemarau membuat mobil dobel gardan itu bisa melintasi sungai. Tidak berbeda dengan wilayah hilir, sejumlah penambang pasir tampak melakukan aktifitasnya. Hanya saja, penambangan pasir  di hulu sungai masih dilakukan secara manual tanpa bantuan mesin.
            Ambar Rudiyanto (35) salah satu pemburu batu, mengaku mulai hunting batu ke sungai sejak 2012. Warga Jalan Sriti, Kelurahan Panjer, Kebumen itu paling tidak seminggu sekali bersama adiknya Dwi Martono (33) berburu batu suiseki untuk dikoleksi. Perburuan batu paling bagus dilakukan pada musim kemarau seperti sekarang ini, karena air sungai sedang surut sehingga batuan yang ada di dasar sungai akan terlihat.
            "Biasanya saya hunting batu pada hari Sabtu dan Minggu atau saat hari libur. Pencarian dilakukan sore hingga malam hari saat cuaca tidak terlalu panas dan lebih sejuk," ujar Ambar Rudiyanto di sela-sela berburu batu.
Mencari batu suiseki, kata Ambar yang telah mengoleksi sekitar 50 batu suiseki di rumahnya, memang tidak semudah mencari batu blonos yang dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Dalam setiap perburuan tidak pasti membuahkan hasil. Terkadang seharian menyusuri sungai tak satu pun batu suiseki berhasil dibawa pulang.
            "Apalagi mencari batu di Sungai Luk Ulo semakin sulit karena sudah banyak yang berburu. Selain itu harus ekstra hati-hati karena bisa jatuh di lubang bekas galian pasir," ujar pria yang sehari-hari berprofesi sebagai guru tersebut.
             
Mobil Land Rover membelah Sungai Luk Ulo di DesaWonosari, Kecamatan Sadang, Kebumen.
Merujuk sejumlah referensi, suiseki dalam bahasa Jepang terdiri atas dua kata sui berarti air dan seki bermakna batu. Unsur air sangat berperan dalam pembentukan secara alamiah melalui proses alam, seperti kikisan air di sungai, derasnya hujan atau gelombang di lautan yang berlangsung selama ratusan, ribuan bahkan jutaan tahun.
            Suiseki merupakan seni batu indah alami yang muncul kira-kira 1.500 tahun lalu, sekitar tahun 618 sampai 907 bersamaan lahirnya seni bonsai. Waktu itu, masanya kerajaan Dinasti Tan dan Sung. Di negeri Tiongkok, suiseki lahir dengan sebutan Shang-Sek atau Yah-Sek. Artinya, batu yang dapat dinikmati keindahannya dalam jenis dan arti yang lebih luas.
            "Batu suiseki benar-benar alami, sedangkan batu yang sudah dipoles dinamakan biseki," ujar kolektor batu Suiseki Putut Agus Indra Sakti (42) yang juga ikut perburuan batu.
            Putut Agus yang juga pemilik workshop Purba Art Stone di Jalan Glatik 24 Kelurahan Panjer, Kebumen menambahkan, batu suiseki terdiri atas tiga kategori ukuran yakni ukuran kecil dengan tinggi 15 cm. Sedangkan untuk medium ukurannya 20-25 cm. Kemudian kategori big size ukuran batu maksimal 35 cm. Adapun berat batu suiseki maksimal 35 kg. Corak, relif, ornamen dan keindahan menentukan kualitas batu suiseki. Selain itu, semakin tua dan semakin keras batu suiseki semakin berkualitas.
            "Yang jelas batu suiseki harus multidimenasi sehingga dilihat dari arah mana saja dapat dinikmati keindahannya," ujar Putut yang berkecimpung sejak empat tahun lalu.
            Selain untuk kepuasan pribadi, Putut juga menjual suiseki koleksinya. Penjualan dilakukan secara online. Soal harga batu suiseki bervariasi  mulai dari ratusan ribu hingga puluhan jutaan rupiah. Saat ini ada beberapa batu koleksinya yang sudah terbang ke luar negeri seperti Myanmar dan Swisserland.

Agus "Mandra" Wantoro menunjukkan sebagian koleksi batuan suiseki dan biseki di serambi rumahnya di Kelurahan Tamanwinangun, Kebumen.
Batuan Suiseki dan Biseki Diminati Kolektor

BATU suiseki merupakan salah satu karya seni alam yang indah dan penuh misteri. Terbentuk secara alami dari proses panjang selama ribuan, bahkan ratusan jutaan tahun. Hasil proses alami yang panjang itu membuat sebongkah batu memiiki keunikan bentuk dan bernilai seni tinggi.
            Jika ada orang yang tergila-gila dengan batu suiseki dan biseki, Agus "Mandra" Wantoro adalah salah satunya. Mengunjungi rumahnya di Kelurahan Tamanwinangun, Kebumen setiap tamu akan disambut oleh puluhan  batu suiseki dan biseki yang tertata rapi di halaman dan serambi rumahnya. Berbagai bentuk batu suiseki menyerupai gajah, menara, orang sembah yang dikoleksinya. Sedangkan batuan biseki atau yang sudah dipoles mulai batu fosil tumbuhan, batuan kristal, sedimen, badar besi merah, batu doreng, giok jawa, berjajar memenuhi ruang tamu dan keluarga.
            "Ratusan batuan ini merupakan perburuan saya sejak masih bujang sejak 15 tahun lalu," ujar Agus Mandra saat ditemui di rumahnya.
            Batu-batu tersebut dikumpulkan satu demi satu dari hasil perburuan di Sungai Luk Ulo. Untuk batu jenis suiseki dia hanya membersihkan batu yang kotor dengan mencucinya. Sedangkan batu biseki dipoles terlebih dahulu oleh perajin. Setelah dikupas kulitnya, batuan akan muncul warna yang mengkilap. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai anggota Polri itu mengaku sangat menikmati saat melihat batu-batunya koleksinya.
            "Meski sudah dilihat berkali-kali, saya tidak pernah bosan menikmati keindahan batu suiseki dan biseki," imbuhnya seraya menyebutkan baginya batu merupakan obat mujarab penghilang stres.

Koleksi batuan biseki milik Agus "Mandra" Wantoro memenuhi ruang tamu rumahnya.

            Dia mengakui, jika dilihat secara sepintas, batuan suiseki terlihat biasa saja. Namun jika diperhatikan lebih seksama, bongkahan batu suiseki itu bisa menyerupai berbagai bentuk. Memang diperlukan imajinasi untuk menyingkap benda yang dilambangkan suiseki. Sebab, batu alam itu belum tentu benar-benar mirip benda lain.
            "Memandangi suiseki adalah wahana untuk berimajinasi seluas-luasnya pada rupa dan bentuk imajinatif dari sebongkah batu," imbuhnya seraya menyebutkan imajinasi itu dapat berupa tokoh wayang, bangunan terkenal, rupa seorang tokoh, gunung, air terjun atau malah bentuk berbentuk abstrak.
            Menurut sesepuh Komunitas Badar Besi Bambang Indrajit (47, seni batu suiseki dan biseki mulai dikenal di Kebumen sekitar tahun 1970-an. Meski dalam perkembangannya mengalami pasang surut, pamornya saat ini mulai terangkat kembali seiring dengan menanjaknya popularitas batu akik di nusantara. Saat ini pamor batuan Sungai Luk Ulo semakin naik daun baik di pasaran.
            "Melihat batu suiseki kita seperti melihat alam raya ini dengan kebesaran Tuhan. Dari bentuk dan motif batu suiseki banyak terlihat bentuk yang menyerupai pemandang, simbol binatang dan manusia," ujar Bambang seraya menyebutkan batu suiseki mirip anjing poodle miliknya pernah juara I dalam kontes batu di Jawa Timur. ***

Komentar

  1. http://lukulomedia.com/batu-permata/ bisa jadi sarana tempat jualan batu kebumen

    BalasHapus
  2. saya John Oriwis dari Maumere Flores NTT, juga mulai menggemari SUISEKI. adakah tips atau cara mengkilatkan batuan ? batuan yang saya miliki masih ada warna coklat pada bagian luarnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih Anda telah memberikan komentar di blog ini

Postingan Populer