Masjid Kauman

KEBERADAAN Masjid Agung Kauman Kebumen, tidak bisa dilepaskan dari sosok KH Imanadi. Dialah pendiri masjid yang kini sudah berumur 176 tahun itu. Makam ulama yang diyakini hidup antara tahun 1775-1850 M itu berada Dusun Pesucen Desa Wonosari,Kebumen.

Belum ada referensi tertulis yang bisa dijadikan rujukan untuk menyingkap sejarah berdirinya masjid agung Kauman. Sumber yang bisa dijadikan patokah adalah cerita lisan turun temurun, termasuk dari keturunan KH Imanadi yang masih hidup.
KH Imanadi adalah putra K Nurmadin atau Pangeran Nurudin bin Pangeran Abdurrahman alias K Marbut Roworejo. KH Imanadi merupakan salah satu punggawa Pangeran Diponegoro yang gigih melawan penjajah.

Dia diyakini sebagai seorang ahli Fiqih dan hukum ketatanegaraan. Adipati Arumbinang ke-IV yang menjadi penguasa Kebumen saat itu berkenan mengeluarkan KH Imanadi dari penjara karena menjadi tahanan politik Belanda. Arumbinang IV konon mendapat wangsit jika ingin kuat maka harus menemui dan bekerjasama dengan KH Imanadi yang menjadi tahanan politik. Bahkan KH Imanadi diangkat menjadi Penghulu Landrat atau Kepala Depag dan Pengadilan Agama pertama di Kebumen.

Salah satu keturunan ke-6 KH Imanadi, M Sudjangi (45) menuturkan saat perang Diponegoro (1825-1830), KH Imanadi yang paling gigih menentang Belanda. Saat itu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat telah dikuasai Belanda. Penjajah Belanda mengangkat adik Pangeran Diponegoro menjadi Hamengkubowono ke-IV (1814-1822M). Padahal mestinya Pangeran Diponegoro yang berhak menjadi Sultan.

Kegigihan Imanadi yang pernah bermukim di Mekkah sekaligus menunaikan ibadah haji melanjutkan perjuangan ayahnya K Nurmadin dan kakeknya Pangeran Abdurrohman atau K Marbut. K Marbut diyakini masih saudara kandung Pangeran Diponegoro yang juga putra kandung Hamengkubowono ke-III.

Saat itu, Pangeran Abdurrohman diperintahkan Keraton Ngayogyakarta untuk mencari kakak kandungnya yakni K Mursid yang pergi entah kemana. Dia kontra dengan keraton yang sudah dikuasai Belanda. Singkat cerita, Pangeran Abdurahman bertemu dengan K Mursid di tempat lain yang sekarang diberi nama Desa Roworejo.

Maksud hati ingin mengajak kakaknya pulang, namun justru yang terjadi sebaliknya. K Mursid meminta Pangeran Abdurrahman untuk tidak pulang dan bersama-sama melawan Belanda. Akhirnya dia menerima dan bermukim di Desa Roworejo. Sedangkan K Murid pindah ke Legok Pejagoan beranak pinak dan mendirikan Masjid Legok. Makam K Mursid berada di belakang masjid tersebut.

Menurut Sudjangi, setelah Imanadi diangkat Penghulu Landrat I dengan didampingi KH Zaenal Abidin Banjursari Buluspesantren dia diberi hadiah tanah yang cukup luas di barat Alun-alun Kebumen yang kini dikenal dengan Dusun Kauman. Sebagian tanahnya seluas 1872 m2 diwakafkan untuk pembangunan masjid pada tahun 1832. Masjid itu hingga kini dikenal sebagai Masjid Agung Kauman Kebumen.

Ulama kharismatis itu tidak mau asal-asalan memilih kayu terbaik untuk soko guru. Dia mendatangkan kayu jati dari Kadipaten Ambal. KH Imanadi memboyong empat pohon jati, padahal jarak Ambal-Kebumen sekitar 25 kilometer. Dalam versi lainnya, kayu jati yang digunakan sebagai soko guru diambil dari hutan di wilayah selatan Kebumen yakni Buayan dan Petanahan.

Pemasangan empat soko guru itu, konon dilakukan hanya dalam waktu semalam. Yakni atas bantuan khodam (jin Islam) yang bernama Jin Taliwangsa atau Syekh Abdurahman dari Timur Tengah. Jin Islam itu kalah tanding dengan KH Imanadi di Mekkah. Lalu dia minta ikut KH Imanadi kembali ke Kebumen.
"Dia diperbolehkan ikut asalkan tidak mengganggu anak cucu keturunan KH Imanadi di Kabuman," ujar dia menyebutkan cerita itu diperoleh dari turun temurun dari keluarganya.

Empat soko guru masjid pusat kegiatan Islam di Kebumen itu sampai sekarang masih digunakan sebagai tiang penyangga masjid meskipun sudah dibantu cor. Namun kayu jati aslinya tetap digunakan. Itu untuk mempertahankan nilai sejarah soko guru masjid.

Sejak didirikan 1832 M masjid Agung sudah lima kali direnovasi. Renovasi paling besar dilakukan 2005 lalu. Masjid yang berdiri diatas tanah seluas 1872m2 itu sudah tidak mampu menampung jamaah. Akhirnya disepakati untuk ditingkat. Di depan masjid, sebelumnya terdapat kolam untuk wudhu yang mengandalkan air dari saluran irigasi yang ada di tepi jalan. Namun sekarang sudah dipindah ke sebelah utara.

Hingga sekarang Imam Masjid Agung sudah berganti 10 kali yang semuanya masih keturunan KH Imanadi. KH Imanadi yang menikahi dua perempuan dan dikarunia delapan putra. Dia juga meninggalkan 12 tombak pusaka yang digunakan untuk berperang melawan penjajah Belanda. Dulu 12 tombak itu sering dicuci dan dirawat. Namun sekarang tombak-tombak dibiarkan di gudang.
"Kami sangat menyayangkan peninggalan itu tidak dirawat dengan baik," katanya. ***

Komentar

  1. salam
    sedikit masukan, nama jin tersebut bukan taliwangsa mas, tetapi wangsa
    karena taliwangsa itu adalah nama ular. begitu mas.
    wassalam
    sayyid Muh. raffie Ananda kebumen.
    saya juga bani imanadi

    BalasHapus
  2. terima kasih atas masukannya, mas rafiie. semoga bermanfaat

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah siki esjide wis maen banget. Salam kanggo kang Jangi, Kang Kinun, kang Ageng lan liyane. Pada sehat - sehat bae mbokan?
    Bowo pereng kali

    BalasHapus
  4. halahhh Bowo, nur hestiwibowo apa ya?
    siki nang endi

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih Anda telah memberikan komentar di blog ini

Postingan populer dari blog ini

Kecap Cap Kentjana, Sejak 1960 Menjaga Kualitas Rasa

Pandan Kuning

Mengenang Peristiwa Kanonade di Desa Candi (1)