Mengenang Peristiwa Kanonade di Desa Candi (1)

DESA Candi Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen menjadi saksi kekejaman pemerintah kolonial Belanda pada perang kemerdekaan RI. Pada masa agresi militer Belanda I atau yang dikenal dengan Kles I, Belanda membumihanguskan Desa Candi dengan menggunakan senjata kanon persis pada tanggal 19 Oktober 1947. 

Berikut laporan tentang peristiwa yang dikenal sebagai Kanonade atau Kanon Candi yang telah terjadi 61 tahun silam.

MINGGU wage pagi, 19 Oktober 1947 berjalan seperti biasa. Sejak pagi buta pasar Desa Candi cukup ramai dipadati warga. Maklum, kondisi yang tidak memungkinkan akibat perang, Pasar Karanganyar dipindah untuk sementara ke pasar Candi.

Di tengah hiruk pikuk tawar menawar di pasar tersebut, tepat pukul 07.00 sebuah desingan peluru terdengar mengalihkan perhatian. Sedetik kemudian pasar yang penuh orang itu porak poranda akibat terjangan peluru kanon yang muntahkan dari tangsi Belanda di Gombong, sekitar tujuh kilometer dari Desa Candi. 

Orang-orang pun panik, berlarian untuk menyelamatkan diri. Namun tidak sendikit yang tewas terkena peluru atau serpihan peluru yang konon hanya dengan beberapa butir puluru bisa membelah sebuah pesawat. Tidak diketahui kanon jenis apa yang dipakai pada saat itu. Namun yang jelas akibat serangan mulai dari pukul 07.00 hingga pukul 13.00 itu dimuntahkan sekitar 600 peluru dan membuat ratusan rumah rusak dan menelan korban 786 rakyat.

Anak-anak menjadi yatim dan orang tua kehilangan anak-anaknya. Medi alias Ahmad Suwito(86)adalah salah satu warga menjadi saksi hidup, bagaimana kedahsyatan serangan Belanda saat itu.

Saat serangan kanon pertama Medi yang saat itu berusia 25 tahun tengah berada di gunung. Sebelumnya dia mendengar suara pesawat capung yang berputar-putar. Tidak lama kemudian dia mendengar suara ledakan dahsyat yang terdengar berasal dari arah desa. Setelah suara ledakan mereda, sekitar pukul 09.00 dia turun pulang untuk mengungsikan ternak kambing ke gunung. Setelah berhasil membawa ternaknya, dia pun pulang kembali untuk mengambil keris pusaka. Namun sebelum dia berhasil membawa kerisnya, sekitar pukul 10.00 tiba-tiba bunyi ledakan kembali terjadi. Dia pun berlindung dengan cara tiarap. Naas tangan kanannya terkena serpihan dari ledakan peluru kanon.

"Akibatnya tangan saya terus mengeluarkan darah," ujar Medi saat menceritakan kejadian itu, kemarin.

Luka akibat terkena serpihan peluru kanon itu, kata bapak tujuh anak dan 24 cucu tersebut baru bisa sembuh setelah setahun diobatkan di Yogyakarta. Hingga saat ini bekas luka itu masih terlihat, berwarna hitam seperti bekas terbakar.

"Meski luka tapi saya masih bersyukur tidak mati karena peluru itu," ujarnya sembari menunjukkan bekas luka di tangannya.

Baniyah (78) saksi lain yang masih hidup menceritakan, saat serangan Belada ke Desa Candi, benar-benar menakutkan. Banyak orang mati di sembarang tempat. Ada pula yang baru ketemu sampai beberapa hari sebelumnya.

"Bahkan setelah seminggu ada yang baru dimakamkan," kata ibu empat anak dengan 15 cucu tersebut.

Dia menuturkan, saat peristiwa itu terjadi, dia baru lulus Sekolah Rakyat (SR). Seperti penduduk yang lain, dia pun ikut bersembunyi. Bahkan yang sulit dilupakan adalah dia melihat salah satu tetangganya Mijan meninggal akibat terkena serpihan kanon. Oleh ibunya bernama Romiyah, mijan didekap sudah dalam keadaan meninggal dunia.

"Kalau ingat saat itu, saya bersyukur bisa menikmati jaman kemerdekaan yang tidak dibayang-bayangi rasa ketakutan," katanya seraya memperlihatkan bekas luka di kakinya yang terkena serpihan peluru kanon.

Ya, Medi dan Baniyah adalah dua orang saksi peristiwa yang masih hidup. Sepuluh tahun lalu masih banyak saksi mata yang masih hidup. Termasuk warga yang dalam kondisi tidak sempurna karena di tubuhnya terdapat bekas luka akibat terkena serpihan puluru kanon. Namun saat ini sebagian besar generasi 1945 sudah banyak yang meninggal, sehingga semakin sulit untuk melengkapi kisah terjadinya peristiwa yang dikenal sebagai Kanonade atau Kanoncandi.

"Anak-anak sekarang sudah tidak tahu jika dulunya Desa Candi menjadi markas para pejuang kemerdekaan," imbuh Baniyah.

Senjata kanon merupakan ukuran di atas senapan mesin. Pada perang dunia (PD) II Jerman yang mendobrak menggunakan kanon untuk mempersenjatai Me-109-nya (Rheimental dan Mauser kal 20 dan 30 mm). Negara yang menggunakan kanon dalam PD adalah Inggris(Hispano Suiza 20mm), Rusia (VYa kal 23mm dan ShVAK 20mm) dan Jepang dalam (kal 20mm) PD II.(bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kecap Cap Kentjana, Sejak 1960 Menjaga Kualitas Rasa

Pandan Kuning