Peristiwa Kanonade (2)

SENJATA kanon merupakan ukuran di atas senapan mesin. Pada perang dunia (PD) II sejumlah negara sudah menggunakan senjata jenis ini. Jerman yang mendobrak menggunakan kanon untuk mempersenjatai Me-109-nya (Rheimental dan Mauser kal 20 dan 30 mm). Negara lain yang menggunakan kanon dalam PD adalah Inggris(Hispano Suiza 20mm), Rusia (VYa kal 23mm dan ShVAK 20mm) dan Jepang dalam (kal 20mm) PD II.

Dampak ledakan peluru ini membawa dampak luar bisa. Luka akibat terkena serpihan peluru kanon itu, Medi yang kini bapak tujuh anak dan kakek 24 cucu tersebut baru bisa sembuh setelah setahun diobatkan di Yogyakarta. Hingga saat ini bekas luka itu masih terlihat, berwar
na hitam seperti bekas terbakar.

"Meski luka tapi saya masih bersyukur tidak mati karena peluru itu," ujar Medi sembari menunjukkan bekas luka di tangannya.

Baniyah (78) saksi lain yang masih hidup menceritakan, saat serangan Belanda ke Desa Candi, benar-benar menakutkan. Banyak orang mati di sembarang tempat. Ada pula yang baru ketemu sampai beberapa hari sebelumnya. "Bahkan setelah seminggu ada yang baru dimakamkan," kata ibu empat anak dengan 15 cucu tersebut.

Dia menuturkan, saat peristiwa itu terjadi, dia baru lulus Sekolah Rakyat (SR). Seperti penduduk yang lain, dia pun ikut bersembunyi. Bahkan yang sulit dilupakan adalah dia melihat salah satu tetangganya Mijan meninggal akibat terkena serpihan kanon. Oleh ibunya bernama Romiyah, mijan didekap sudah dalam keadaan meninggal dunia.

"Kalau ingat saat itu, saya bersyukur bisa menikmati jaman kemerdekaan yang tidak dibayang-bayangi rasa ketakutan," katanya seraya memperlihatkan bekas luka di kakinya yang terkena serpihan peluru kanon.

Ya, Medi dan Baniyah adalah dua orang saksi peristiwa yang masih hidup. Sepuluh tahun lalu masih banyak saksi mata yang masih hidup. Termasuk warga yang dalam kondisi tidak sempurna karena di tubuhnya terdapat bekas luka akibat terkena serpihan puluru kanon. Namun saat ini sebagian besar generasi 1945 sudah banyak yang meninggal, sehingga semakin sulit untuk melengkapi kisah terjadinya peristiwa yang dikenal sebagai Kanonade atau Kanoncandi.

Tanpa Penghuni

Kejelasan peristiwa ini baru terungkap saat Suara Merdeka menemui seorang mantan kepala Desa Candi yang menjadi saksi hidup peristiwa Kanon Candi. Tugiyo Hadi Subroto (78) adalah seorang veteran TNI yang pada masa perang kemerdekaan pernah bergabung dengan Tentara Republik Indonesia (TRI). Pertama kali dia bergabung ke TRI ditempatkan di Batalyon 28 Gentan Kentungan Yogyakarta.

Tidak lama kemudian dia ditugaskan di front Gombong. Namun saat ditarik kembali untuk bertugas yang lain dia memilih tetap bertahan untuk membela tanah leluhurnya. Tugiyo muda pun memilih keluar dari TRI dan bergabung ke Polisi Tentara (PT) dan berjuangan laskar ormas-ormas seperti AOI, Hisbullah, dan BPRI.

Saat itulah dia menyaksikan desa leluhurnya rata dengan tanah. Serangan peluru kanon oleh Belanda, kata Suwito terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama terjadi pukul 07.00. Lima menit kemudian serangan kedua sampai pukul 11.00. Jeda beberapa saat serangan ketiga berakhir pukul 13.00.

Mengapa Desa Candi yang diserang? Sebab desa candi pada waktu itu menjadi markas TRI, dapur umum, dan gudang logistik. Tentara bersatu dengan masyarakat melakukan perlawanan. Sebab saat itu, Belanda sudah menguasai Gombong. Sementara daerah pertahanan Indonesia berada di Kemit.

Sekitar pukul 06.30 pesawat capung pengintai berputar-putar di atas Desa Candi untuk memberi sinyal. Sebelumnya sekitar pukul 06.00 juga terdengar letusan senjata di selatan yakni di Puring. Pada sore hari Belanda menyerang Pertahanan. Akibat serangan itu, banyak tentara yang menjadi korban. Korban paling banyak dialami Tentara Pelajar (TP).

"Mereka masih emosional, dan masih belum tahu betul strategi berperang," tutur bapak enam putra dan kakek 13 cucu tersebut.

Sementara itu, akibat desa hancur, pada malam hari warga mengungsi di sebuah goa yang terletak di sebelah utara desa terpisah dari perkampungan. Trauma akan kejadian itu, warga takut kembali ke desa dan lebih memilih mengungsi di daerah gunung di Desa Giripurno. Selama rentang waktu setahun Desa Candi nyaris tanpa penghuni karena ditinggal warganya mengungsi.

"Senin pagi, Belanda melakukan operasi tanpa perlawanan. Sebab desa Sudah dikosongkan," imbuh suami dari Sri Wahyuni (42) tersebut.

Dia menyebutkan, selain warga Desa Candi, banyak korban berasal dari luar Candi. Sebab, orang-orang yang berada di Pasar Candi sebagian orang luar. Jasad korban sebagian tidak ditemuka karena hanyut di sungai Karanganyar. Namun yang ditemukan dikuburkan di pemakaman Sigedong.***

Komentar

  1. tanamkan trusss permusuhan,niscaya bangsamu akan jadi wangsa babu arab dan hongkong,bangsa jongos semakin hari makin tenggelam dalam kebodohan berbeda dengan bos malaysia.kacung indon tetap miskin dan kacoong

    BalasHapus
  2. wah, terima kasih komentarnya, bung alihudin. kehormatan sebuah bangsa adalah, bagaimana etika warga negaranya.

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih Anda telah memberikan komentar di blog ini

Postingan populer dari blog ini

Kecap Cap Kentjana, Sejak 1960 Menjaga Kualitas Rasa

Pandan Kuning

Mengenang Peristiwa Kanonade di Desa Candi (1)