Sate Kelinci, Lezat yang Menyehatkan
Sate Kelinci di Warung Pak Woto Foto: Ondo Supriyanto |
Sate kelinci adalah salah satu pilihan di antara banyaknya
menu yang ditawarkan di sejumlah warung makan di kawasan wisata yang tengah moncer
itu. Satu-satunya warung yang menawarkan menu sate kelinci, saat ini hanyalah Warung
Makan Sido Eco milik Pak Woto.
Warung Pak Woto mudah dijumpai, secara letaknya yang sangat
strategis. Setelah pintu masuk, persis saat tikungan ada warung di sebelah kiri,
pasti itu warung yang dimaksud. Warung sederhana itu menghadap aliran sungai Bendung
Pejengkolan yang airnya tenang
menghanyutkan.
Pengolahan daging Kelinci,
Foto: Ondo Supriyanto
|
Di warung itu, menu sate kelinci merupakan salah satu yang
digemari pengunjung. Maklum selain rendah kolesterol, daging kelinci juga menyehatkan
dan dipercaya berkhasiat sebagai obat untuk berbagai penyakit seperti darah
rendah dan penyakit asma.
Sepintas, sate kelinci mirip dengan sate ayam atau kambing saat
dihidangkan. Baru setelah merasakan, Saya bisa membedakan teste dan tekstur
daging kelinci dengan sate lainnya. Tekstur daging kelinci cukup lembut tidak
sekeras daging kambing. Sedangkan gurihnya tidak begitu tajam seperti daging
ayam. (Peringatan! Saat makan, jangan
membayangkan seekor kelinci waktu masih hidup yang imut dan menggemaskan itu).
"Sate kelinci biasanya menjadi alternatif bagi mereka
yang tidak makan sate daging kambing," ujar Woto (49) sang pemilik warung
saat ditemui di warungnya , Jumat (4/1/2013).
Menurut bapak tiga orang anak itu, banyak konsumen yang
menyukai sate kelinci. Jika waktu liburan, dalam sehari dia bisa menghabiskan
sebanyak 10 ekor kelinci. Adapun satu ekor bisa dibuat antara 8 hingga 10
porsi. Satu porsi sate kelinci di warung nya disajikan sebanyak delapan tusuk
sate.
Sate kelinci bumbu kacang itu disajikan dengan nasi maupun
lontong. Dengan merogoh kocek Rp 15.000, Anda sudah bisa menikmati kelezatan
satu porsi sate kelinci di warung Pak Woto.
Serba Kelinci
Mengolah daging kelinci, kata Pak Woto cukup unik dan
berbeda dengan daging lain. Seekor kelinci yang selesai disembelih dan
dikuliti, tidak langsung diambil dagingnya. Minimal dibiarkan selama dua jam, baru setelah itu
diambil dagingnya. "Kalau langsung diolah dagingnya lengket," katanya
seraya menyebutkan, daging kelinci juga jika terkena air akan mengeluarkan bau
amis.
Ikan nila (liar) bakar juga lezat. Foto Ondo Supriyanto |
Bagi yang tidak menyukai menu kelinci, tidak perlu bersedih.
Sebab bisa memilih berbagai menu lain. Seperti ikan nila liar hasil tangkapan
nelayan baik bakar maupun goreng. Juga sate bebek, sate ayam, maupun ayam
goreng maupun bakar.
"Nila yang kami olah merupakan hasil tangkapan nelayan,
bukan dari keramba," tandas Woto seraya menyebutkan daging ikan nila liar
rasanya lebih gurih. ***
di deket sini juga ada tempat wisata yang menyediakan masakan khas kelinci, TAWANGMANGU
BalasHapusmungkin lebih enak disantap, sekalian untuk menghangatkan tubuh he he he
Hapusmas, itu ga kasian sm kelincinya,,,terlalu imut buat dimakan..huhuhu..
BalasHapuskembali ke diri sendiri, kalau nggak tega mendingan nggak usah dimakan...daripada merasa bersalah... benar kan?
BalasHapusBener banget Kang.
HapusLagian itu kan buat dimakan (dikonsumsi) yah.
Bukan untuk mainan (penyiksaan)
Yah, saya juga gemes liat yang masih hidup. Apa lagi yang masih anakan. Gemesnya minta ampyunnnn
Tapi mau gimana lagi. Wong rasanyajuga enak, gizinya tinggi, manfaatnya banyak. Bisa obat asma, kanker sampai vitalitas. Hehehe